Pecel biasanya dijadikan sarapan dan makan
siang, memberi energi dan gizi yang baik untuk menjalani aktivitas seharian
penuh. Hidangan sayur rebus yang disiram sambel kacang ini tak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat Jawa Tengah dan sekitar. Pecel asalnya diceriterakan
dihidangkan di daerah Yogyakarta dengan kalimat “Dipecel” yang berarti daun- daunan
yang direbus kemudian dibuang airnya dengan diperas.
Berbeda dengan saus gado-gado dan karedok yang
harus dibuat saat ingin disantap, sambel pecel terbilang lebih praktis. Dapat
disimpan dan disantap di lain waktu. Sambel pecel ini berkembang di berbagai
daerah. Ada yang bercita rasa daun jeruk purut, ada yang bercita rasa kencur,
ada pula yang bercita rasa manis asam yang tinggi. Setiap daerah memiliki ciri
khas pecel tersendiri. Misalnya di Yogyakarta dan sekitar, pecel disajikan
dengan tempe dan tahu bacem. Di Solo dan Madiun, pecel disajikan dengan kerupuk
karak. Pecel disebutkan Murdijati adalah lambang kesederhanaan dan perjalanan.
Salah satu buktinya pecel adalah hidangan yang paling sering ditemui di
sepanjang perjalanan kereta api. Ia disantap oleh berbagai kalangan masyarakat.
Dijual di pedagang kaki lima sampai hotel bintang lima.
Dibalik kesederhanaannya, pecel
kaya akan gizi yang menyehatkan masyarakat. Sesungguhnya mengonsumsi pecel
memang bagian dari membangun kesehatan karena sayuran adalah sumber serat
pangan yang baik. Sementara memasak dedaunan sebentar merupakan cara manusia
untuk mempermudah menelan makanannya sehingga lebih mudah dicerna.
0 comments:
Post a Comment